Bandung – Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Subang, Kyai H. Satibi SP.i, M.M., angkat bicara mengenai sengketa lahan yang tengah terjadi di Jalan Jenderal Sudirman No. 218, Kota Bandung, yang kini ditempati oleh Badan Usaha Milik Nahdlatul Ulama (BUMNU) Jawa Barat.
Dalam pernyataannya kepada awak media, Kyai Satibi menegaskan bahwa NU sedang merintis pembangunan ekonomi umat di Kota Bandung. Namun, upaya tersebut justru diganggu oleh pelapor yang menurutnya belum jelas dasar kepemilikannya atas lahan tersebut.
“NU ini baru saja memulai membangun perekonomian umat di Kota Bandung, kenapa masih diganggu juga? Saya minta semua pihak untuk tidak mengganggu aktivitas NU dalam upaya membangun ekonomi umat,” tegas Kyai Satibi.
Ia menyerukan agar Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Rudi Setiawan segera memerintahkan pengukuran ulang atas lahan tersebut melalui BPN Kota Bandung.
“Kalau memang pelapor merasa sebagai pemilik lahan yang sah, saya minta Pak Menteri ATR/BPN dan Kapolda Jabar untuk perintahkan pengukuran ulang. Biar semuanya jelas dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan,” ujarnya.
Lebih jauh, Kyai Satibi juga menyuarakan kekhawatirannya terhadap potensi keterlibatan mafia tanah dalam kasus ini. Ia meminta agar indikasi keterlibatan mafia segera diusut tuntas.
“Kalau ada mafia yang bermain di balik ini semua, saya minta segera diungkap. Jangan sampai mereka terus membuat onar di Jawa Barat,” tegasnya.
Pernyataan ini memperkuat peringatan sebelumnya dari Kyai Satibi terkait praktik mafia tanah di wilayah Jawa Barat. Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, ia menegaskan bahwa tidak boleh ada toleransi terhadap oknum-oknum instansi yang menyalahgunakan kewenangan demi keuntungan pribadi.
“Di era Presiden Prabowo, tidak ada tempat bagi mafia tanah atau oknum yang menyalahgunakan jabatan. Kita harus bersatu melawan praktik-praktik kotor ini,” katanya.
Sengketa lahan di Jalan Jenderal Sudirman No. 218 ini mencuat setelah muncul klaim dari Tan Lucky Sunarjo pemilik Paskal 23 Bandung yang mengandalkan Sertifikat Hak Milik (SHM) tanpa surat ukur tapi dengan Meetbrief berbahasa kuno dari tahun 1903 yang sudah dibatalkan menurut UUPA Tahun 60.
Padahal, dokumen Akta Jual Beli (AJB) dan surat pelepasan hak dari tahun 1988 serta Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dimiliki Hendra Yowargana—orang tua ahli waris Tine Yowargana—menunjukkan legalitas kepemilikan dan penguasaan lahan tersebut.
Kyai Satibi berharap pernyataannya ini menjadi pemicu bagi aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan tegas dan memastikan bahwa pembangunan ekonomi oleh NU tidak terus-menerus diganggu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. (Ozi)