Neracanews | Medan : Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan menegaskan pihak penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sumut hanya mendapatkan ‘tumbal’ dua kepala sekolah sebagai tersangka kasus PPPK Langkat 2023.
” Artinya, penegakkan hukum yang berkeadilan terhadap para guru honorer terzolimi yang melakukan unjuk rasa sebanyak 3 kali itu ternyata sia-sia,” kata Irvan Sahputra didampingi Sofyan Muis Gajah dalam keterangan persnya di Medan, Kamis (13/06/2024).
Praktisi hukum muda itu juga menyebutkan bahwa dalam kasus tersebut semestinya kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi pada seleksi PPPK Langkat 2023 jelas telah melanggar pasal 1 ayat (3) Undang-undang 1945.
” Lalu Undang-Undang No 39/1999 Tentang Hak Asasi Manusia jo Declaration Of Human Right (deklarasi universal hak asasi manusia/duham), ICCPR, Undang-undang nomor 19/2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30/2002. PemenpaRB 14, Kepmenpan 658,659,651 dan 652,” tegasnya.
Maka, menurut LBH Medan, penyelesaian kasus itu tidak profesional dan diduga telah melanggar Perpol 7/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Polri.
” Oleh karena itu LBH Medan secara tegas mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolda Sumut dan Dirkrimsus dari jabatannya. Seraya mengambil alih kasus PPPK Langkat ke Mabes Polri guna terciptanya keadilan bagi masyarakat khususnya para korban yang telah dirugikan secara moril serta materil,” ungkapnya.
Perlu diketahui terkait dengan kasus PPPK Langkat tersebut para guru honorer selaku korban telah melakukan aksi sebanyak 3 kali (24 Januari, 14 Maret dan 5 Juni 2024).
Dan pada aksi ketiga para guru juga telah membawa ‘kerenda mayat’ ke Polda sumut yang bertujuan untuk memberitahukan jika matinya penegakan hukum dan keadilan di Polda Sumut.
Disamping itu, para guru juga mengirimkan pengaduan dan mohon keadilan kepada Kapolri, Kabareskrim, Irwasum dan Kadiv Propam Mabes Polri pada 29 April 2024.(021)