Neracanews | Bali – Pengurus YLBHI dan Pimpinan 18 LBH Kantor melaksanakan rapat internal kelembagaan sekaligus _gathering_ di sebuah Villa di Sanur, Bali. Sebelumnya sejak tanggal 7 November 2022 Pengurus YLBHI diundang dan hadir dalam forum-forum konferensi lainnya seperti _Asia Democracy Assembly_ 2022 yang diselenggarakan oleh Asia Democracy Network (ADN) dan _South East Asia Freedom Of Religion and Belief (SEA FORB) Conference_ di Bali.
Rapat internal awalnya berjalan lancar. Sekitar pukul 12.30 WITA, datang beberapa orang yang mengaku petugas desa bersama beberapa orang berbaju preman masuk ke dalam villa sambil merekam menggunakan telepon genggam tanpa seizin perwakilan YLBHI yang menemui mereka. Petugas desa menanyakan kegiatan, jadwal kepulangan para peserta rapat, serta berulang kali menyampaikan bahwa ada pelarangan melakukan kegiatan apapun selama pertemuan G20. Padahal dalam Surat Edaran Gubernur Bali tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat dalam penyelenggaraan G20, diatur bahwa pembatasan kegiatan hanya diterapkan untuk beberapa kegiatan secara spesifik dan di wilayah tertentu. Setelah mendengar penjelasan dari pihak YLBHI, mereka pergi dan rapat pun berlanjut.
Sekitar 30 menit kemudian, Pengurus YLBHI mendapatkan informasi dari petugas villa bahwa petugas desa meminta YLBHI membuat surat pernyataan terkait penjelasan kegiatan yang dilakukan serta menginformasikan bahwa pecalang akan mengambil surat tersebut. YLBHI kemudian membuat surat yang diminta dan memberikannya kepada petugas villa untuk diserahkan kepada Pecalang.
Sekitar pukul 17.00 WITA, puluhan personel kepolisian yang tidak berseragam bersama petugas desa dan sekelompok orang yang mengaku pecalang masuk ke dalam villa dan menuduh YLBHI melakukan siaran live. Mereka memaksa YLBHI untuk menghentikan pertemuan, membubarkan acara, meminta KTP, dan hendak melakukan penggeledahan juga memeriksa seluruh gawai (laptop dan telepon genggam) seluruh peserta dan lokasi acara. YLBHI menolak permintaan tersebut karena jelas seluruh tindakan tersebut melanggar hukum dan hak asasi manusia, sebab mereka tidak memiliki kewenangan untuk melakukannya dan tidak ada surat perintah penggeledahan resmi yang diberikan.
Kelompok orang yang mengaku diri pecalang beserta pihak kepolisian berulang kali mengintimidasi dan membentak pengurus YLBHI, menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak ada izin dari desa setempat dan pemerintah sedang menerapkan pembatasan kegiatan di seluruh wilayah Bali, dimana hal itu tidak bersesuaian dengan Surat Edaran Gubernur Bali. YLBHI sudah memeriksa bahwa daerah villa tersebut tidak masuk dalam lokasi pembatasan. Para staf YLBHI sempat tidak diperbolehkan untuk keluar villa.
Setelah bernegosiasi, sekitar pukul 20.00 WITA, sebagian peserta diperbolehkan kembali ke villa masing-masing, sedangkan sebagian lagi harus tinggal di dalam villa. Selama di perjalanan, seluruh kendaraan para peserta dibuntuti beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor. Sementara beberapa orang lainnya mengawasi villa sepanjang malam hingga pagi-siang hari.
YLBHI menduga kuat aparat keamanan menekan petugas-petugas desa untuk mendatangi dan melakukan tindakan-tindakan di atas.
Pagi hari (Minggu, 13/11/22) sekitar pukul 08.00 WITA, salah satu peserta hendak keluar villa karena ada jadwal penerbangan siang, tetapi dilarang oleh beberapa orang yg mengaku pecalang dengan alasan perintah petugas, dan peserta tersebut diminta menunggu hingga jam 9 pagi. Setelah jam 9, ia masih juga tidak diizinkan keluar villa. Perwakilan YLBHI sempat menghubungi pihak Polda Bali dan Polsek dan mereka menyatakan akan segera datang ke villa.
Setelah menunggu beberapa lama yaitu sekitar pukul 11.12 WITA, pihak kepolisian tidak juga datang. Para peserta yang tinggal di villa akhirnya memaksa diri keluar dan berpindah tempat. YLBHI menyampaikan kepada dua orang yang mengaku pecalang bahwa tindakan menahan anggota YLBHI dengan tidak memperbolehkan mereka keluar villa adalah bentuk perampasan kemerdekaan dan merupakan bentuk tindak pidana.
Sekelompok orang yang tidak teridentifikasi identitasnya, berkumpul di depan villa. Mereka meneriaki dan melakukan intimidasi kepada anggota YLBHI yang meninggalkan villa. Kedua mobil yang digunakan YLBHI saat itu langsung dibuntuti sejak keluar villa oleh lima orang yang mengendarai tiga sepeda motor dan satu mobil sampai ke bandara I Gusti Ngurah Rai.
Terhadap peristiwa ini, YLBHI menyatakan bahwa aparat kepolisian bersama kelompok masyarakat yang mengaku aparat desa dan pecalang telah melakukan pelanggaran hukum dan Hak Asasi Manusia dengan alasan sebagai berikut:
Pertama, tindakan aparat bersama mereka yang mengaku aparat desa/pecalang dan meminta kegiatan untuk dihentikan, dan memaksw memeriksa identitas dan gawai para peserta merupakan tindakan teror, intimidasi dan penghalang-halangan terhadap warga negara yang sedang menjalankan hak konstitusionalnya, yakni hak untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Paal 28E Ayat 3 UUD 1945).
Kedua, tindakan mereka yang mengaku sebagai aparat desa/pecalang dan mengaku hanya diperintah oleh petugas kepolisian dalam melakukan perampasan kemerdekaan berupa kemerdekaan untuk bergerak dan berpindah tempat terhadap para staf YLBHI dalam villa yang ditempati diduga kuat merupakan tindakan pidana merampas kemerdekaan orang secara melawan hukum dengan ancaman maksimal 8 (delapan) tahun penjara berdasarkan Pasal 333 ayat (1) KUHP.
Ketiga, tindakan kelompok masyarakat yang mengaku pecalang merupakan tindakan melanggar hukum. Hal ini sangat membahayakan negara hukum, demokrasi dan Hak Asasi Manusia.
Keempat, kami juga mengecam aksi premanisme yang dilakukan oleh sekelompok orang. Keseluruhannya merupakan bentuk aksi anti demokrasi serta kejahatan sistematis. Seluruh tindakan tersebut justru kontraproduktif dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan Bali dalam kondisi aman selama G20.
Oleh karenanya kami mendesak Pemerintah, khususnya Kepolisian untuk meminta maaf secara terbuka dan mengusut seluruh pelanggaran/kejahatan, dan tindakan anti demokrasi yang terjadi dalam pembubaran rapat internal dan gathering YLBHI. Selain itu kami juga mendesak agar seluruh pelaku, baik kepolisian maupun kelompok lainnya ditindak tegas.
Kami mengingatkan kembali dengan tegas agar seluruh alat negara selama G20 menghormati Konstitusi dan Hak Asasi Manusia, utamanya hak kemerdekaan berpendapat dan berekspresi setiap warga negara tanpa terkecuali. Upaya hukum yg perlu akan kami tempuh jika hal tersebut tidak diindahkan.(021)