PADANGLAWAS – Penegakan hukum tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga kini belum mampu memberi efek jera bagi sebagian orang.
Seperti yang terjadi di Pengadilan negeri Sibuhuan,
Perkara Pidana Nomor 71/Pid.Sus/2023/Pengadilan Negeri Sibuhuan.
Jaksa penuntut umum (JPU) Andri Rico Manurung hanya menuntut pidana Penjara 1 Tahun dengan terdakwa Sakkeus Hahahap yang terbukti dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran tindakan pidana kekerasan dalam rumah tangga terhadap isteri sendiri Jenti Mutiara Napitupulu, di bacakan, Rabu (28/2/2014), di Pengadilan negeri Sibuhuan, kabupaten Padanglawas, Sumatera utara.
Hal itu di katakan Paul J J Tambunan, SE., SH., MH Kuasa Hukum Jenti Mutiara Napitupulu selaku korban kekerasan (KDRT), Kamis (29/2/2024).
Menurut Paul, dugaan perlakuan luar biasa diberikan Kajari Palas Teuku Herizal SH MH Kasipidum Kejari Palas Christian Sinulingga dan Jpu Andri Rico Manurung bersama Ketua Majelis Hakim Dharma Putra Simbolon.
Sangat jauh dari empati terhadap korban, mulai dari tidak ditahannya Pelaku, sampai dibacakannya tuntutan yang hanya 1 (satu) tahun kepada Terdakwa.
Padahal dalam Isi pasal 44 ayat 1 UU PKDRT, “setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau membayar denda sebesar Rp 15 Juta.
Menutut Paul, sesuai dengan fakta terungkap dalam persidangan diantaranya keterangan saksi, keterangan terdakwa, bukti surat visum dan petunjuk telah membenarkan terjadinya Pidana KDRT.
“Benar telah terjadi tindak pidana kekerasan fisik KDRT yang di lakukan terdakwa kepada istrinya pada Jumat (01/12/2022) dengan hasil Visum, di temukan lebam berwarna kemerahan didaerah Pipi sebelah kiri dan kanan ukuran kanan P : 5 cm, L: 1 cm, ukuran kiri P: 5 cm, L: 1 cm, di temukan bengkak pada mata kiri ukuran P: 0,5 cm, L: 0,5 cm, di temukan Jelas berwarna merah pada leher ukuran P: 5 cm, L: 0,5 cm, serta hasil pemeriksaan Psikologi korban ada trauma akibat mengalami kekerasan yang terjadi terus menerus,” Sebutnya, Kamis (29/2/2024).
Paul juga mengatakan, meski kontruksi unsur terbukti. Namun JPU Andri Riko Manurung, SH tidak melihat fakta dan hal-hal yang memberatkan sebagai dasar permohonan tuntutannya.
JPU dalam tuntutannya terkesan hanya memberikan Tuntutan 1 (satu) tahun tanpa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Terdakwa, apa lagi hingga saat ini Terdakwa dan Korban belum ada perdamaian.
“JPU Andri Riko Manurung, SH juga tidak mempertimbangkan urgensi penegakan hukum dalam kasus KDRT, subtansi dari diundangkannya UU Penghapusan kekerasan Dalam rumah tangga, pada 22 September 2004 sebagai pembaharuan hukum nasional, dan untuk apa adanya Lembaga Negera Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang merupakan sebuah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia, yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005 kalau Tuntutan Jaksa terhadap Pelaku KDRT hanya 1 (satu) tahun” urair Paul Tambunan.
Atas nama kuasa hukum korban KDRT, pihaknya meminta Majelis Hakim objektif untuk mengadili sesuai dengan hati nuraninya/ keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh apapun, Hakim bebas memeriksa, membuktikan dan memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya.
Paul berharap agar terdakwa Sakkeus Harahap di vonis sesuai dengan harapan kaum hawa pada umumnya. Sehingga tidak menjadi preseden buruk yang mengakibatkan hilangnya kepercauaan masyarakat terhadap penegakan hukum di nusantara. (ps