Neracanews | Medan – LBH Medan, Kamis 24 Februari 2022, 01 Desember 2021 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan membuka Posko Pengaduan Daftar Pencarian Orang (DPO) guna mendorong pihak kepolisian untuk segera bekerja dengan cepat menangkap para DPO yang diduga berkeliaran. Hal ini penting dilakukan karena dikhawatirkan dengan belum ditangkapnya para DPO tersebut sangat membahayakan masyarakat Sumatera Utara Khususnya kota Medan, Deli Serdang, Asahan dan Batu Bara.
Pasca dibukanya Posko tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang konsern terhadap penegakan hukum dan HAM menerima dan memiliki data diduga sebanyak 62 (Enam Puluh Dua) DPO di wilayah hukum Kepolisian Daerah Sumatera Utara dengan rincian: Polda Sumut 3 (tiga) orang, Polrestabes Medan 1 (Satu) orang, Polres Batubara 25 (Dua puluh lima) orang, Polres Asahan 19 (Sembilan belas) orang, Polresta Deli Serdang 2 (Dua) orang, Polsek Percut Sei Tuan 1 (Satu) orang, Polsek Medan Timur 1 (Satu) orang, Polsek Sunggal 9 (Sembilan) orang, Polsek Patumbak 1 (Satu) orang, yang diduga saat ini belum ditangkap.
Terkait dengan data tersebut LBH Medan, Pos Asahan, Tanjung Bali dan Batubara telah menyurati pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Polres Asahan dan Polres Batu Bara perihal Pengaduan, Mohon Penjelasan dan Atensi tertanggal 05 Oktober 2021, 16 Desember 2021 serta telah membuat surat pengaduan 18 januari 2022. Namun sampai dengan rilis ini dibuat surat tersebut belum dijawab dan pengaduan terkait DPO belum ada tindaklanjutnya.
Mendorong agar para DPO tersebut segera ditindak pihak kepolisian Daerah Sumatera Utara, LBH membuat Diskusi Publik dengan Tema “DPO TANGGUNG JAWAB SIAPA?” yang dilakukan secara online melalui Zoom Meeting pada Jumat,tanggal 18 Februari 2022 dengan mengundang para narasumber yang diantaranya Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol. Drs. Panca Putra Simajuntak, M.Si, Dr Adi Mansar, SH.M.Hum selaku Akademisi dan Praktisi dan Amin Multazam selaku Kordinator Kontras Sumut. Adapun saat itu Kapolda Sumut diwakili oleh Kompol Rakhman Anthero Purba (Bidkum Poldasu ) dan dihadiri sebanyak 45 orang peserta dari berbagai latar belakang (Praktis, Akademisi, NGO dan Mahasiswa/i, serta masyarakat).
LBH Medan selaku narasumber/pemapar pertama menyampakain apa itu DPO, bahayanya jika tidak segara ditindak, aturan hukumnya, permasalahan dan solusi terhadap penanganan atau penindakan DPO. Dan menegaskan pihak Kepolisian yang dalam hal ini memiliki tanggungjawab utama dalam penanganan DPO karena hal ini diatur secara jelas didalam aturan dalam Perkap No. 6 Tahun 2019 Penyedikian Tindak Pidana dan Perkaba No. 3 Tahun 2014 dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, sehingga meminta untuk menindak lanjuti DPO yang berkeliaran sehingga dapat mengganggu kenyamanan dan ketertiban umum serta menghambat investasi,dalam hal invsetasi yang tidak bertentangan dengan aturan hukum, hak-hak masyarakat adat, hak-hak buruh dan tidak merusak lingkungan hidup.
Polda Sumut dalam paparannya menyampaikan kesulitan yang dihadapi oleh pihak Kepolisian dalam menangkap DPO memiliki beberapa kendala diantaranya sulitnya dicari tersangka dikarenakan identitas yang berubah, pergi keluar negeri bahkan sering terlibatnya pihak Penasehat Hukum Tersangka dalam menutupi jejak ataupun keberadaan dari Tersangka. KontraS Sumut yang konsern terhadap anti penyiksaan dan orang hilang mengatakan perlunya evaluasi dan peningkatan terhadap instrumen dan teknis kinerja anggota Kepolisian dalam penanganan DPO. Persoalan ini sangat penting karena menyangkut maslahat orang banyak sehingga percepatan dalam tindakan menangkap DPO sangat diperlukan. Terlebih dari segi aspek Antropologis dan Sosiologis ditengah masyarakat, pelaku kejahatan rentan dihakimi massa karena telah berbuat kejahatan.
Sebagai penutup disampaikan oleh Akademisi dan Praktisi Hukum yang sejalan dengan LBH Medan mengatakan keleluasaan pihak Kepolisian dalam menindak DPO itu terletak kejelasan dan kekuatan dalam hal regulasi, sehingga diperlukan kejelasan regulasi maupun revisi karena kekuatan regulasi DPO saat ini masih tergolong lemah dan rentan terjadinya multitafsir dan diharapkan kedepannya tidak ada lagi DPO yang puluhan tahun baru tertangkap sebagai contoh Eddy Tansil (DPO 29 tahun) dan Maria Pauline (DPO 17 tahun).
LBH Medan menduga dengan belum ditangkapnya para DPO telah melanggar Pasal 1 Ayat (3), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28 D Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Jo Pasal 5 UU 39 Tahun 1999, UU No. 2 tahun 2002 tentang kepolisian, Pasal 17 Jo 21 KUHP yang menyatakan “perintah penangkapan dan penahanan terhadap seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana dengan alat bukti yang cukup”, Pasal 7 Perkap Nomor: 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, PP RI. No.2 Tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota Polri dan Pasal 7 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM).
Demikian Rilis Pers ini disampaikan, agar kiranya Release Press ini dapat digunakan sebagai sumber pemberitaan. ( 021 )