Medan – Monica (38 Tahun), seorang ibu rumah tangga dengan dua orang anak insial EAH (7 tahun) dan CDH (3 tahun), yang merupakan korban dugaan Tindak Pidana Kekerasan dalam Rumah Tangga yang diduga dilakukan oleh mantan suaminya AW pada 25 Maret 2023 dan telah ditetapkan sebagai Tersangka. Namun, Laporan korban tidak kunjungan disidangkan atau dengan kata lain tidak P21 (lengkap).
Secara hukum sekitar April tahun 2023 korban telah melaporkan dugaan Tindak Pidana KDRT ke Polrestabes Medan dengan Nomor Laporan Polisi : LP/B/1219/IV/2023/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA (2, 5 Tahun lalu).
Atas laporan tersebut AM telah ditetapkan sebagai Tersangka. Namun anehnya, hingga saat ini laporan korban tidak kunjung lengkap (P21) Atau dengan kata lain tidak disidangkan di Pengadilan.
Mengetahui adanya kejanggalan dalam penyidikan yang diduga dilakukan unit PPA Polrestabes Medan, Korban mencari tau apa yang menjadi penyebab laporannya tidak kunjung P21. Alhasil setelah melakukan penelusuran secara hukum ternyata penyidik Unit PPA Polrestabes Medan diduga tidak melengkapi Petunjuk Jaksa pada Kejaksaan Negeri Medan dan tidak profesional dalam melakukan penyidikan.
Atas kejanggalan tersebut Korban telah menyampaikan keberatannya baik lisan dan tulisan secara berulang kali kepada Penyidik pembantu, Kanit PPA, Kasat Reskrim, Kapolrestabes Medan dan Kapolda Sumut. Namun hingga kini laporan korban tidak juga P21.
Pasca menyampaikan keberatannya kepada Kapolda Sumut dan Jajarannya laporan korban tetap tidak kunjung P21. Oleh karena itu korban menduga jika Penyidik Polrestabes Medan khusus Unit PPA telah melakukan Penghentian Penyidikan secara diam-diam/atau bertentangan dengan KUHAP.
Perlu diketahui sebelumnya korban telah menghadirkan alat bukti diantaranya menghadirkan saksi-saksi, surat/visum pemeriksaan medis dari RSUD Universitas Sumatera Utara oleh Dr. dr. M. Surya Husada, M.Ked(KJ), Sp.KJ, yang dilakukan berdasarkan rujukan resmi dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Medan dan pihak kepolisian sudah mengambil rekaman medik dari dr. Amir, Sp.KJ dan dan rekam medik dr. M. Surya Husada, M.Ked (KJ), Sp.KJ. serta petunjuk
(screenshoot percakapan dan rekaman suara korban & tersangka).
Namun parahnya penyidik tidak juga melengkapi apa petunjuk Jaksa sehingga kasus ini tidak kunjung P21. Maka dapat di kualifikasi tindakan Penyidik telah melanggar hukum dan menimbulkan kerugian kepada korban sebagai pencari keadilan.
Dewasa ini diketahui jika Kejaksaan Negeri Medan telah *mengembalikan SPDP beserta turunannya kepada penyidik*. Maka dengan tidak dilengkapi petunjuk jaksa dan bahkan telah dikembalikan SPDP, patut secara hukum korban menilai jika Penyidik telah melakukan penghentian penyelidikan secara diam-diam.
Berkaca dari tindakan tersebut penyidik diduga telah melakukan pengabaian terhadap asas keadialan dan kepastian hukum terhadap Korban. Serta melanggar prinsip-prinsip due process of law sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bertentangan dengan UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, ICCPR & DUHAM.
Tidaknya hanya itu Penyidik diduga telah melanggar Pasal 138 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang secara tegas menyatakan bahwa apabila Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil penyidikan belum lengkap, maka penyidik wajib segera melengkapi berkas perkara sesuai dengan waktu 14 hari sejak penerimaan berkas.
Lebih jauh, tindakan penyidik yang tidak melaksanakan kewajibannya secara tepat waktu juga bertentangan dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, khususnya Pasal 5 ayat (1) huruf c dan d, yang mengatur bahwa setiap anggota Polri wajib menjalankan tugas secara profesional, akuntabel, dan bertanggung jawab serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil.