Neracanews | Mandailing Natal – Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu Program Strategis Nasional sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit, dengan menjaga luasan lahan, agar perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara optimal, sekaligus untuk menyelesaikan masalah legalitas lahan yang terjadi.
Pemerintah menargetkan Program PSR dari tahun 2020-2022 dapat terealisasi sebesar 540 ribu ha yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, diantaranya wilayah Sumatera sebanyak 397.200 ha, Jawa 6.000 ha, Kalimantan 86.300 ha, Sulawesi 44.500 ha, dan Papua 600 ha.
Berbeda dengan pelaksanaan PSR yang ada di Desa Sikara-Kara, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal ” diduga banyak kejanggalan dalam pelaksanaan program pemerintah tersebut” seperti apa yang di sampaikan Kepala Desa Sikara-Kara Amrin Nasution kepada media ini pada kamis (03/02/2022).
” Waktu itu saya sudah dua kali di panggil pihak dinas Pertanian madina tentang hal tersebut saya tidak banyak berkata apa apa dikarenakan letak lokasi PSR itu di Desa Taluk bukan di Desa Sikara-Kara.
“Sepengetahuan saya yang namanya PSR itukan Peremajaan Sawit Rakyat atau Replanting, pokok sawit yang sudah tidak bagus produksinya itu di ganti dengan pokok sawit yang baru, disini saja sudah nampak kejanggalan nya yang saya lihat di lapangan, mereka menumbangi pohon pohon yang ada di gunung Sikara-Kara makanya masyarakat tidak setuju, seharusnya yang di tumbangi itu pokok sawit yang sudah tidak bagus produksi di ganti dengan yang baru”, ucap Amrin.
Selanjutnya beliau mengatakan, “waktu itu saya di panggil ke kantor dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal, karena saya baru tahu di situ bahwa letak lokasi PSR bukan di desa Sikara-Kara melainkan di Desa Taluk” ungkap Amrin Nasution.
Amrin juga menambahkan tidak mengetahui kelompok Tani ataupun Koperasi maupun kontraktor yang menggiring program PSR tersebut yang seharusnya ke Desa Taluk namun ternyata dibawa ke Desa Sikara-kara tepatnya di Bukit Sikara-kara Natal.
“untuk diketahui bahwa terjadi rekayasa di lapangan, mereka ambil bibit sawit dan memotonya sebagai dokumentasi dilahan Bukit Sikara-kara untuk dijadikan dalih kegiatan program PSR dan ini berlangsung sekitar 3 Bulan yang lewat namun ini baru mencuat karena masyarakat menolak pembukaan lahan tersebut” ujar Amrin.
Dilain pihak, Darmansyah Tambunan salah satu yang mengaku pemilik lahan tersebut tidak dapat berkomentar banyak dan cenderung berbelit ketika dikonfirmasi.
“Saya cuma peserta atau anggota pada kelompok tani dan lahan saya lebih kurang 15 Hektar” ujar Darmansyah Tambunan yang juga merupakan mantan Ketua BPD Sikara-kara yang baru saja diberhentikan Bupati Madina.
Ketika ditanya nama kelompok tani yang mengajukan program PSR ini, Darman mengaku tak tahu.
“Saya tak tahu menahu, coba tanyakan si David warga Sikara-kara, beliau yang mengumpulkan fotokopi surat-surat legalitas lahan yang mengajukan PSR”
“Pengadaan alat berat didatangkan dari Padangsidimpuan dari Pak Irsan” terang Darmansyah Tambunan.
Dengan prosedur yang tidak sesuai dengan jalur ini, maka kuat dugaan banyak manipulasi data, mulai dari kelompok tani yang fiktif, pengerjaan tanpa sepengetahuan Kepala Desa, dan yang paling menonjol tidak adanya kebun sawit di Bukit Sikara-kara tersebut, fakta di lapangan dari pantauan awak media terjadinya pembukaan lahan kosong dengan dalih PSR.
Dari banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang ditemukan di lapangan, diharapkan agar aparat penegak hukum di wilayah Mandailing Natal jangan tutup mata dan dapat segera mengusut potensi Pidana Korupsi dari proyek PSR yang tidak tepat sasaran ini mulai dari izin hingga kelompok tani yang diduga fiktif.
Semoga jadi perhatian khusus dari Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal.
(Hem S)