Muhammad Ridwan Fadillah, lahir 7 Maret 2005 di Pandeglang, seorang mahasiswa Komunikasi Digital dan Media IPB University. Ia telah menginspirasi melalui pengabdian sebagai asisten dosen Pendidikan Agama Islam.
Dengan semangat bermanfaat dan meneruskan ilmu, Ridwan melaukan pengabdian sebagai asisten dosen. Sebagai asisten dosen PAI, ia ciptakan dampak positif dengan nilai keagamaan bagi mahasiswa dan lingkungan akademiknya.
Selain itu, Ridwan aktif di berbagai kegiatan. Ia menjadi Koordinator Wilayah Kampus di Forum Rohani Islam Sekolah Vokasi IPB dan staf divisi eksternal di Obscura Photography Club.
Untungnya, ridwan mendapatkan dosen yang baik hatk. “Dosennya pengertian, jadwal fleksibel sesuai kesibukan mahasiswa,” ujarnya. Hal ini membantu Ridwan dalam menjalankan pengabdiannya di tengah tengah kesibukan yang padat sebagai mahasiswa
Untuk keseimbangan akademik dan pengabdian, Ridwan andalkan manajemen waktu. “Tugas akademik didahulukan, lalu kegiatan lain,” katanya. Baginya, prioritas jelas jadi kunci utama untuk tetap produktif setiap hari.
Dari Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media Biasa, Hingga Menjadi Asisten Dosen Pendidikan Agama Islam.
Ridwan, seorang mahasiswa komunikasi, memilih menjadi asisten dosen PAI karena panggilan hati. “Motivasi saya sederhana, ingin berdampak dan bermanfaat lewat ilmu agama,” katanya. Baginya, peran ini bukan hanya tugas, tapi pengabdian untuk meneruskan kebaikan. Ia juga ingin menginspirasi mahasiswa dengan menyebarkan ilmu ke sekitar.
Pengalaman pertama Ridwan sebagai asisten dosen terasa luar biasa dan berkesan. “Awalnya grogi, mendampingi mahasiswa baru yang seusia dengan saya,” ungkapnya. Namun, itu justru membuatnya seru, bertemu orang dari latar belakang berbeda. Momen ini jadi titik awal baginya membangun hubungan akrab dengan mahasiswa.
Ridwan memandang pendidikan agama Islam sebagai pilar penting generasi muda. “Banyak yang jauh dari agama, PAI bisa tingkatkan iman dan takwa,” tegasnya. Ia yakin PAI bukan sekadar mata kuliah, tapi alat membentuk karakter. Harapannya, mahasiswa jadi lebih dekat dengan Tuhan melalui pembelajaran ini.
Di masa depan, Ridwan bermimpi PAI lebih inovatif dan aplikatif di perguruan tinggi. “Materi bisa dikembangkan, tak hanya teori tapi juga nilai nyata,” harapnya. Dengan semangat ini, ia terus mengabdi penuh dedikasi. Ia ingin ilmu dan iman berjalan bersama, menciptakan generasi lebih baik.
Tantangan, Harapan, dan Kesan Dalam Peran Asisten Dosen
Ridwan mengaku tak menemukan tantangan besar sebagai asisten dosen PAI. Namun, menginput nilai mahasiswa butuh ketelitian. “Harus adil, itu susah,” katanya sambil tertawa.
Proses itu menuntut kesabaran dan pertimbangan matang. Dengan banyak mahasiswa, ia meneliti satu per satu. Meski sepele, ketelitian jadi kunci dalam tugasnya.
Ridwan punya harapan besar untuk PAI di perguruan tinggi. Ia ingin materi lebih ditekankan agar mahasiswa bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ia juga berharap pengajar dan asisten PAI mendapat apresiasi setara mata kuliah lain. Ini agar pendidikan agama relevan bagi generasi muda.
Momen berkesan baginya adalah berinteraksi dengan mahasiswa. “Seru bercanda saat praktik, mengenal latar belakang mereka,” tuturnya. Itu yang membuatnya terkesan.
Pendekatan uniknya: memahami karakter mahasiswa dulu, lalu menyesuaikan penyampaian. Cara ini bikin materi PAI mudah dipahami dan terasa dekat bagi mereka.
Perjalanan Ridwan sebagai asisten dosen PAI bukti semangat dan keahlian bersinergi. Dari grogi hingga menginspirasi, ia membentuk generasi lebih baik lewat pendidikan agama.
Dengan harapan PAI lebih aplikatif dan dihargai, Ridwan terus melangkah. Mengabdi baginya adalah cara hidup bermakna, meninggalkan jejak kebaikan untuk masa depan.
Penulis : Balya Yudha Zakaria Supriyatno, Cirebon/IPB University